Sabtu, 20 Desember 2014

TUGAS 4 - MORALITAS KORUPTOR

MORALITAS KORUPTOR

ABSTRAK


Indah Restu Anjani, 13211571
MORALITAS KORUPTOR
Makalah. Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2014
Kata kunci : Moralitas Koruptor

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana korupsi semakin marak terjadi saat ini. Tindak perilaku korupsi akhir-akhir ini makin marak dilakukan oleh rakyat Indonesia, yang mayoritas dilakukan oleh para pejabat tinggi Negara. Dijaman ini kebutuhan semakin langkanya juga persaingan yang ketat membuat beberapa orang sulit mendapatkan ekonomi yang mapan dan sejahtera. Banyaknya jumlah penduduk makin hari ditambah lapangan kerja yang kurang banyak juga gaji yang rendah menimbulkan potensi sesrang mengambil jalan pintas dangan cara yang haram seperti korupsi.

Dengan desakan ekonomi juga dalam pemenuhan kebutuhan yang tanpa batas membuat orang orang cenderung terus mengadaptasi kekuasaan dan melakukan korupsi. Didasari dari cara korupsi yang sudah tak lagi awam dan tabu maka banyak masyarakat melakukan ini meskipun sudah dijerat dengan hukuman yang berata tapi sampai sekarang masih belum memberikan efek jera yang paling akhir.



BAB I
PENDAHULUAN


Korupsi berlangsung dalam suatu relasi kuasa untuk kepentingan ekonomi-politik, memobilisasi sumber daya ekonomi guna memperebutkan posisi dan kekuasaan politik.
Selama ini, diskusi publik yang membahas mengenai masalah korupsi lebih menggunakan pendekatan hukum. Karena itu,korupsi semata-mata dilihat sebagai tindakan kejahatan luar biasa, sehingga cara penanganannya pun berpijak pada perspektif legalistik. 

Ilmu antropologi menawarkan perspektif lain dalam mengkaji dan menganalisis masalah korupsi, yang selama ini luput dari observasi para ahli hukum, pengamat sosial, dan aktivis antikorupsi.
Mereka melihat praktik korupsi dengan mendasarkan pada prosecutorial approach and legal sanction semata. Korupsi mengakar sangat kuat dalam struktur kekuasaan negara dan mengalami pelembagaan di dalam birokrasi pemerintahan dan badan-badan politik negara. 

Hal ini terjadi karena praktik korupsi mengandung suatu nilai yang sangat fundamental: moral ekonomi. Moral ekonomi adalah konsep klasik yang menjadi tema kajian akademis dalam ilmu antropologi ekonomi dan sosiologi ekonomi.

Moral ekonomi merujuk pada suatu tradisi kuno yang dianut oleh dan berlaku di dalam masyarakat prakapitalis. Pada masyarakat prakapitalis, kegiatan ekonomi berlangsung dalam suatu komunitas kecil dan terbatas, yang ditopang oleh jaringan sosial yang sangat kuat dan hubungan personal yang hangat. 
Indonesia adalah salah satu negara terkorup di dunia. Korupsi bisa dilakukan melalui berbagai jalur, ada yang melalui pinjaman dari Negara asing, sehingga semakin besar pinjaman asing semakin besar dana yang disalahgunakan, melalui perjalanan dinas, melalui pengadaan barang, pungutan pajak, pungutan liar, bahkan sampai dana untuk orang miskin dan bencana alam. Korupsi benar-benar merupakan perbuatan yang menghancurkan generasi muda dan memiskinkan rakyat Indonesia.

Kasus korupsi di Indonesia yang sudah terjadi selama puluhan tahun berhasil diungkap satu per satu saat reformasi digulirkan pada 1998. Peristiwa 1998 ini pun dianggap sebagai peristiwa bersejarah, bahkan mampu menyebabkan hilangnya beberapa nyawa. Kasus korupsi yang terbongkar dimulai dengan tuduhan korupsi yang dilakukan pemimpin rezim Orde Baru, lalu beberapa kasus korupsi pejabat lain.

Tindak korupsi yang ada di Indonesia saat ini sudah meluas dalam masyarakat. Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan Negara maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan yang semakin sistematis oleh pejabat Negara.

Rumusan Masalah
Dalam penyusunan ini penulis membatasi menjadi beberapa sub pokok bahasan meliputi :
1.      Mengapa korupsi semakin marak di Indonesia dan mengapa hal tersebut bisa terjadi?
2.      Mengapa korupsi sulit diberantas dan bagaimana dampaknya terhadap sebuah kegiatan bisnis?
3.      Siapa yang bertanggung jawab akan adanya korupsi di Indonesia ?

Batasan Masalah
Dalam penulisan ini penulis membatasi masalah pada moralitas korupsi.

Maksud dan Tujuan
Adapun tujuan penulis untuk memenuhi tugas softskill mata kuliah Etika Bisnis dalam membuat jurnal atau tulisan tentang Moralitas Koruptor apa saja. Maksud dari penulisan ini adalah :
1.      Untuk mengetahui penyebab terjadinya korupsi di Indonesia.
2.      Untuk mengetahui jenis-jenis korupsi dan menghilangkan terjadinya korupsi di Indonesia.
3.      Dapat memberikan gambaran/kriteria dalam pengambilan keputusan/solusi kasus korupsi.




BAB II
LANDASAN TEORI


Moral adalah kaidah mengenai apa yang baik dan buruk. Sesuatu yang baik kemudian diberi label “bermoral.” Sebaliknya, tindakan yang bertentangan dengan kebaikan lantas dikategorikan sebagai sesuatu yang jahat, buruk, atau: “tidak bermoral.” 

Korupsi adalah penyakit bangsa dan secara tegas pula merupakan penyakit moral! Moral yang mana? Kedua-duanya: moralitas obyektif dan sekaligus subyektif. Pemberantasan korupsi dengan demikian juga memasuki kedua ranah tersebut. Korupsi bisa diberantas jika secara obyektif ia dilarang (dengan memberlakukan hukum yang amat berat), dan secara subyektif pula diperangi (dengan mempertajam peran budi-nurani yang dimiliki oleh setiap manusia). 

Di satu sisi, penegakan moralitas obyektif adalah soal penegakan aturan main dalam hidup bernegara, ketegasan pemerintah dalam menegakkan hukum terhadap para koruptor, dan pembenahan sistem peradilan yang semakin adil. Di sisi lain, penegakkan moralitas subyektif adalah soal pembenahan mentalitas aparatur negara, pembenahan hidup kemanusiaan sebagai mahkluk yang berakal budi, dan penajaman hati nurani. 

Secara umum perbuatan korupsi adalah suatu perbuatan yang melanggar norma-norma kehidupan bermasyarakat dimana dampak yang ditimbulkan sangat merugikan masyarakat dalam arti luas dan bila dibiarkan secara terus menerus, maka akan merugikan keuangan negara/perekonomian negara yang mengakibatkan negara tersebut gagal didalam mencapai tujuan pembangunannya, yaitu menciptakan suatu masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.

Korupsi merupakan suatu istilah yang berasal dari bahasa latin yaitucorruption yang berarti buruk atau rusak atau memutar balik atau menyogok.

Menurut Transparancy Indonesia korupsi diartikan sebagai perilaku pejabat publik, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri sendiri dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.

Dalam ensikopledia Indonesia disebut ”korupsi” (dari bahasa latin: corruption yang berarti penyuapan; corruptore berarti merusak) gejala dimana para pejabat, badan – badan negara menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidakberesan lainnya.

Menurut Brasz (1963. dalam Lubis,1985) menyatakan bahwa korupsi merupakan penggunaan yang korup dari derived power atau sebagai penggunaan secara diam-diam kekuasaan yang dialihkan berdasarkan wewenang yang melekat pada kekuasaan itu atau berdasarkan kemampuan formal, dengan merugikan tujuan – tujuan kekuasaan asli dan dengan menguntungkan orang luar atas dalih menggunakan kekuasaan itu dengan syah.

Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur – unsur sebagai berikut: Perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.

Korupsi secara historis merupakan konsep dan prilaku menyimpang secara hukum, ketika secara sosial polotik telah terjadi pemisahan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan publik, namun pada masa kekuasaan dikaitkan dengan hereditas dan pelimpahan wewenang dari yang maha kuasa (kekuatan supranatural) dan atau karena kepahlawanan (knight) yang diikuti dengan perasaan berhak atas keistimewaan (dengan dukungan diam-diam dari rakyat) maka terdapat kecenderungan untuk melihat bahwa pemanfaatan berbagai sumberdaya finansial dan non finasial untuk kepentingan penguasa atau Knight sebagai hal yang wajar meskipun at the expense of the people, karena keluarbiasaan historis dan kekuasaannya yang bukan berasal dari rakyat.

Menurut Black’s Law Dictionary korupsi adalah nyang mempunyai arti bahwa suatu perbuatan yang dilakukan dengan sebuah maksud untuk mendapatkan beberapa keuntungan yang bertentangan dengan tugas resmi dan kebenaran – kebenaran lainnya "sesuatu perbuatan dari suatu yang resmi atau kepercayaan seseorang yang mana dengan melanggar hukum dan penuh kesalahan memakai sejumlah keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan tugas dan kebenaran – kebenaran lainnya.

Menurut Syeh Hussein Alatas menyebutkan benang merah yang menjelujuri dalam aktivitas korupsi, yaitu subordinasi kepentingan umum di bawah kepentingan tujuan-tujuan pribadi yang mencakup pelanggaran norma-norma, tugas, dan kesejahteraan umum, dibarengi dengan kerahasian, penghianatan, penipuan dan kemasabodohan yang luar biasa akan akibat yang diderita oleh masyarakat.

Menurut Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara.
Dari segi semantik, "korupsi" berasal dari bahasa Inggris, yaitucorrupt,yang berasal dari perpaduan dua kata dalam bahasa latin yaitucomyang berarti bersama-sama dan rumpere yang berarti pecah atau jebol. Istilah "korupsi" juga bisa dinyatakan sebagaisuatu perbuatan tidak jujur atau penyelewengan yang dilakukan karenaadanya suatu pemberian.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan dan sebagainya untuk kepentingan pribadi maupun orang lain.

Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk kepentingan dan keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah atau pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.



BAB III
METODOLOGI PENELITIAN


Untuk memperoleh data yang digunakan dalam tugas ini, penulis menggunakan Metode pengumpulan data berupa studi kepustakaan dengan cara mengumpulkan data dari beberapa buku, referensi di internet dan jurnal yang mengkaji topik sejenis untuk mendukung penulisan mengenai moralitas koruptor. Selain itu penulis juga mencari data melalui media elektronik dengan menonton acara berita yang secara tidak sengaja membahas tentang moralitas koruptor.



BAB IV
PEMBAHASAN


Mengapa semakin marak korupsi yang ada di Indonesia dan mengapa bisa terjadi?
Indonesia memang dikenal sebagai juaranya korupsi di dunia. Sudah bertahun-tahun Indonesia berperingkat terbawah sebagai negara terkorup di dunia dan seakan tak ada prospek beranjak dari keburukan ini. Terakhir, Transparency International Indonesia merilis peringkat indeks korupsi (IPK) Indonesia pada tahun 2009 berada pada posisi 111. Ini memang sangat memiriskan. Bangsa yang besar ini dipandang sangat ‘kotor’ akibat korupsinya yang merajalela. Ibu Pertiwi pasti menangis jika melihat anak bangsa saat ini sebagai juara korupsi.

Lantas, banyak orang berpikir bahwa korupsi yang sudah sedemikian parah ini dihubungkan dengan masalah moral. Akar permasalahan utama korupsi di Indonesia adalah moralitas bangsa yang bobrok, korup dan ambruk. Benarkah demikian? Pantaslah kita untuk mendiskusikannya agar kita tidak serta merta memercayaistatement bahwa parahnya korupsi di Indonesia ini akibat moral bangsa yang buruk. Kita tidak boleh luruh hanya mengkambinghitamkan masalah moral sebagai penyebab suburnya korupsi di indonesia.

Sayangnya, begitu banyak terdengar upaya kampanye sederhana (soft campaigne), baik pemerintah, tokoh masyarakat, NGO/LSM, hingga tokoh-toko agama tentang seruan serta imbauan kepada masyarakat untuk terus memperbaiki akhlak dan nilai-nilai moral yang selama ini dianggap biang terjadinya korupsi di Indonesia. Media yang digunakan beragam, mulai dari iklan TV, Koran, Majalah, Tabloid hingga pamflet dan selebaran, yang intinya adalah menekankan kepada masyarakat bahwa, “jika ingin korupsi dibasmi, maka perbaikilah moral dan akhlak dasar kita, sebab moral yang bobrok merupakan akar penyebab korupsi di Indonesia”.

Upaya tersebut tidaklah salah, tetapi sangat berpotensi keliru memandang persoalan secara objektif dan komprehensif. Bahkan kekhawatiran terbesar masyarakat adalah bisa saja upaya kampanye anti korupsi yang terus menerus menyudutkan masalah moral sebagai biang keladi menjamurnya korupsi, hanya dijadikan sebagai upaya “cuci tangan” dan “pengalihan isu” dari para pejabat korup. Kita perlu memandang masalah moralitas ini sangat rawan untuk dipermainkan oleh pihak-pihak yang sebenarnya terlibat dalam korupsi. Bisa saja isu moralitas ini hanya sebagai upaya lempar batu sembunyi tangan.

Memandang korupsi sebagai masalah moral ini juga bisa menciptakan ketidakmampuan menguraikan jenis-jenis korupsi secara detail dan kegagalan menciptakan solusinya. Ada resistensi yang timbul karena rasa pesimistis berlebihan sebagai akibat kegagalan menguraikan kerumitan benang-benang korupsi. Ini karena masalah moral begitu luas dan cara penanganannya juga sangat luas. Jadi, tidak sekedar menangani penyebab dari satu aspek saja, lalu lantas masalah moral selesai dan korupsi pun punah.

Lantas, orang berpikir karena masalah moral maka yang harus dibenahi moral bangsa adalah lewat pendidikan yang bermoral. Ini jelas terlalu luas dan tidak langsung mengenai sasaran karena pendidikan lebih condong pada pembentukan karakter dasar. Dan, seringkali karakter itu takluk pada determinan lingkungan yang lebih mencerminkan kondisi yang sesuai pada realitas kekinian. Lingkungan mampu menciptakan pengaruh yang menjadikan orang yang dibentuk pendidikan larut dalam hegemoni lingkungan.

Menangani korupsi lewat pendidikan memang perlu, tetapi ini hanya pada proses penciptaan fundamental saja. Pendidikan yang menciptakan moralitas utama lebih disepakati sebagai upaya penanaman pondasi moral bahwa korupsi itu adalah tindakan laknat yang menghancurkan sendi-sendi kehidupan bangsa. Sekaligus pendidikan moral ada untuk membangun benteng moral agar tidak terjebol oleh serangan biadab korupsi implisit maupun eksplisit. Namun demikian, moralitas yang dibentuk pendidikan tidak bisa digunakan sebagai tameng secara terus menerus untuk menghadang korupsi.


Masalah Sistem
Kita pasti hangat dengan ucapan Bang Napi dalam sebuah acara kriminal di salah satu stasiun televisi bahwa “Kejahatan tidak hanya terjadi karena dari niat pelakunya, tetapi karena adanya kesempatan”. Kalau diuraikan, dari pernyataan di atas asal korupsi adalah karena niat dan atau kesempatan. Secara sederhana, jika beracuan pada niat berarti yang menyebabkan korupsi adalah buruknya moralitas pelakunya. Sedangkan, jika merujuk pada kesempatan maka yang menciptakan korupsi adalah lingkungannya.

Untuk masalah moralitas sudah dijelaskan secara spesifik pada paragraf-paragraf sebelumnya. Adapun untuk keadaan lingkungan akan diterangkan saat ini dan seterusnya. Sejatinya, lingkungan memang sangat berkaitan dengan adanya sistem yang melingkupinya. Jikalau sistem yang ada itu buruk maka akan memungkinkan mencuat lingkungan yang buruk pula. Begitu pula, sebaliknya. Ada hubungan searah antara sistem dengan lingkungan.

Ketika kita mencermati kasus korupsi yang marak akhir-akhir ini, bisa dilihat bahwa sistem yang ada di birokrasi pemerintahan ‘kebobolan’ telak. Sistem mampu dikibuli oleh aparat-aparat yang ada di dalamnya maupun pihak-pihak luar yang ingin ‘mempermainkan’ sistem.

Contoh yang paling kentara adalah kasus mafia pajak. Betapa sistem hukum perpajakan di Indonesia memberikan peluang bagi aparat pajak, kejaksaan, polisi untuk melakukan tindakan korup. Dari Gayus sendiri, jumlah dana yang terkorupsi adalah 28 miliar. Padahal, ‘Gayus-gayus” lain masih banyak yang berkeliaran dan menciptakan kerugian negara bertriliun-triliun rupiah. Entah dari jumlah yang dikorupsi ataupun dari nominal kasus yang dimenangkan pelanggar hukum.

Disadari atau tidak, Gayus-gayus ini bisa muncul bak jamur di musim hujan dikarenakan sistem memungkinkan untuk demikian. Banyak celah sistem yang mudah dimanfaatkan untuk bertindak korup. Sistem yang buruk ini lalu menciptakan lingkungan yang buruk. Jadinya, karena banyaknya pelaku-pelaku korup itu, lingkungan birokrasi pun ‘mendukung’ keburukan itu. Mungkin sampai ada anggapan bahwa “kalau tidak korupsi, maka susah untuk cepat kaya atau naik pangkat” di pemerintahan. Anggapan ini pun menjadi aksioma banyak orang untuk melakukan korupsi.

Kalau kita mendalami masalah sistem ini, praktik korupsi bukan sekedar pada tingkat pelaksanaan saja. Kita harus melihat dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan sistem, sebagaimana kerangka sederhana dari sistem itu sendiri. Kalau dari perencanaan, kita bisa melihat salah satunya dari peraturan perundang-undangan. Undang-undang dan peraturan pemerintah apakah bisa menjadi alat untuk mengembangbiakkan korupsi. Jika iya, berarti dari tahap perencanaan terhadap sebuah sistem saja sudah menabur benih tumbuhnya pohon korupsi.

Kalau dalam tahap pelaksanaan sistem, jelas apa yang terjadi kebanyakan saat ini tentang kasus korupsi adalah karena pelaksanaan sistem yang kacau balau. Sistem sangat lemah sehingga memungkinkan koruptor bisa memanfaatkannya. Belum lagi, tumpang tindihnya sistem yang satu dengan yang lain. Tumpang tindih ini pun bisa sebagai ruang nyaman bagi koruptor untuk beraksi.

Dalam hal pengawasan sistem, ini juga merupakan bagian vital atas suburnya korupsi. Pengawasan yang lemah atas sistem jelas melonggarkan ruang bagi sosok seperti Gayus untuk mengotak-atik sistem sehingga bisa berkelindan dengan para pengemplang pajak. Para aparat hukum, karena tidak adanya pengawasan yang kuat, menjadikan mereka bisa mempermainkan aturan hukum yang seharusnya menjerat koruptor.

Indonesia bisa terus menjadi juara korupsi, karena sistem-sistem buruk dan lemah yang ada terus-menerus distatus quo-kan. Reformasi birokrasi memang sudah jalan, tetapi itu belum masuk ke tataran mindset birokrat. Apa gunanya sistem yang bagus, tetapi tidak diresapi oleh para obyeknya? Inilah mengapa sistem saat ini tidak berjalan dengan bagus, baik dari perencanaan, pelaksanaan sampai pengawasan. Jika Indonesia ingin keluar dari lingkaran korupsi yang mematikan, pembenahan sistem secara komprehensif perlu dilakukan. Dan, sistem itu pun kemudian harus dijunjung tinggi oleh semua obyeknya sampai ter-mindset-kan.

Permasalahan Praktik Korupsi di Indonesia yang semakin meningkat, baik secara kuantitaif maupun kualitatif. Modus operasinya pun makin canggih. Pelakunya juga beragam, latar belakang profesi, usia, dan pendidikan. Yang lebih maraknya yaitu yang dilakukan oleh pejabat Negara DPR Indonesia sekarang ini. Korupsi masih merupakan penghambat bagi pertumbuhan ekonomi, penghambat kecerdasan anak bangsa, dan kemajuan bangsa. Namun sampai saat ini belum ada langkah yang tepat untuk menangani kasus korupsi tersebut.

Maraknya korupsi di Indonesia seakan sulit untuk diberantas dan telah menjadi budaya. Pada dasarnya, korupsi adalah suatu pelanggaran hukum yang kini telah menjadi suatu kebiasaan. Berdasarkan data Transparency International Indonesia, kasus korupsi di Indonesia belum teratasi dengan baik. Indonesia menempati peringkat ke-100 dari 183 negara pada tahun 2011 dalam Indeks Persepsi Korupsi. Di era demokrasi, korupsi akan mempersulit pencapaian good governance dan pembangunan ekonomi. Terlebih yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Perilaku korup di masyarakat Indonesia sangat sulit diberantas. Mesti sudah ada paying hokum yang memberantas perilaku negative yang sangat merugikan masyarakat ini. Indonesia Corruption Wath (ICW) menyatakan salah satu kegagalan menangani korupsi karena aturan yang ada tak lengkap. Karena itu pemerintah harus mencabut Undang – undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Tahun 2006 karena tidak sesuai dengan ketentuan United Nations Convention Againts Corruption (UNCAC).

Menurut peneliti ICW Tama S Langkun, UNCAC telah menghasilkan beberapa prinsip penting yang harus dilaksanakan para pesertanya. Antara lain menerapkan peraturan nasional mendasar tentang pencegahan korupsi dengan membangun, menerapkan memelihara efektifitas dan mengkoordinasikan kebijakan anti korupsi yang melibatkan partisipasi masyarakat.

Tama menuturkan ada empat isu utama yang berkaitan dengan penguatan sanksi pidana atas tindak pidana korupsi, yaitu sebagai berikut :

1.      Pertama, unsur merugikan keuangan Negara yang terdapat dalam pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 juga UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, justru mengatasi upaya pemberantasan korupsi.
2.      Kedua, pemberian sanksi atas beberapa tindakan pidana korupsi perlu diatur kembali karena perbedaan sanksi penjara yang cukup jauh antara satu tindak pidana dengan tindak pidana lainnya.
3.      Ketiga, perlu ada pengaturan khusus tentang suap kepada pegawai public asing, pegawai organisasi internasional, maupun swasta, memperdagangkan pengaruh serta peningkatan harta kekayaan secara mencurigakan.
4.      Keempat, bentuk suap yang tidak jelas peruntukannya ditambah lagi adanya imunitas yang diberikan kepada pelapor melalui pasal 12 C UU Tipikor.
“Keempat hal tersebut menunjukkan UNCAC di Indonesia belum berjalan maksimal padahal sudah enam tahun lalu Indonesia sudah meratifikasi UNCAC dan mengadopsinya dalam UU No 7 Tahun 2006”.


Bagaimana dampaknya terhadap sebuah kegiatan bisnis ?
Pengaruh yang paling dominan adalah persaingan yang  tidak sehat , dtiambah kecurangan dengan melakukan korupsi otomatis memberikan dampak pada kegiatan bisnis yang terhambat bahkan bisa berhenti. Dengan orang melakukan korupsi berarti dia mengambil sejumlah uang atau asset tertentu yang bahkan bukan milik dia yang tidak lain mengurangi asset bisnis tersebut. Dengan korupsi yang dilakukan terus menerus pada kegiatan bisnis ini dalam jangka panjang memerikan ke bangkrutan.

Akibat – akibat korupsi adalah :
1.      Pemborosan sumber-sumber, modal yang lari, gangguan terhadap penanaman modal, terbuangnya keahlian, bantuan yang lenyap.
2.      Ketidakstabilan, revolusi sosial, pengambilan alih kekuasaan oleh militer, menimbulkan ketimpangan sosial budaya.
3.      Pengurangan kemampuan aparatur pemerintah, pengurangan kapasitas administrasi, hilangnya kewibawaan administrasi.
Dengan demikian Secara umum akibat korupsi adalah merugikan Negara dan merusak sendi – sendi kebersamaan serta memperlambat tercapainya tujuan nasional seperti yang tercantum dalam pembukaan Undang – Undang Dasar 1945.


Siapa yang bertanggung jawab akan adanya korupsi di Indonesia ?
Yang harus bertanggung jawab akan adanya korupsi di Indonesia adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tujuan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi menurut pasal 4 adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

Sedangkan tugas dan wewenang KPK menurut pasal 6 adalah :

1.      Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
2.      Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
3.      Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
4.      Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.
5.      Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan Negara.



BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN


KESIMPULAN
Sebagian besar publik menyerukan perlunya penerapan sanksi sosial bagi koruptor, meski dinilai belum tentu efektif. Pemberantasan korupsi menjadi agenda besar pemerintah yang tampaknya terus mengalami ganjalan. Di luar soal polemik institusi, yaitu ”perseteruan” Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian RI, ada pula persoalan sistemis, yakni penanganan dan pemidanaan pelaku korupsi. Ringannya hukuman bagi koruptor menjadikan publik belum bisa mengapresiasi sepenuhnya langkah-langkah pemberantasan korupsi oleh pemerintah.

Jadi, praktik korupsi mengandung moral ekonomi dalam bentuk: (i) keuntungan finansial bersama,(ii) jaringan patronase yang kuat dan terproteksi, dan (iii) solidaritas antaranggota jaringan yang kokoh. Kesemuanya ini kemudian dijadikan modal untuk mengakumulasi kekuasaan dalam rangka merambah dan memperluas praktik korupsi.  Contoh paling nyata adalah megaskandal korupsi Wisma Atlet dan Hambalang, yang melibatkan aktor-aktor politik pemangku kekuasaan.


SARAN
Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli, strategi pemberantasan korupsi yang dapat ditawarkan oleh penulis adalah sebagai berikut : 

ü  Preventif
1.      Pencegahan diri dan keluarga dari tindakan korupsi
2.      Keteladanan Pemimpin
3.      Perbaikan gaji bagi para pejabat dan pegawai negeri
4.      Budaya politik yang transparan
5.      Menumbuhkan rasa memiliki

ü  Upaya Pemulihan
1.      Penyitaan seluruh kekayaan koruptor.
2.      Penegakan hukum yang seadil-adilnya.
3.      Legalisasi pungutan liar menjadi pendapat resmi atau legal.
4.      Perlu penayangan wajah koruptor di televisi.



DAFTAR PUSTAKA





3 komentar:

  1. trimakasih infonya sangat menarik,,
    bermanfaat sekali,,
    mantap,,.

    BalasHapus
    Balasan
    1. @a w d a w d : Terima kasih kembali :-) semoga ilmu yang di share dapat bermanfaat yaa :-)

      Hapus
  2. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus