IKLAN DALAM ETIKA DAN ESTETIKA
ABSTRAK
Indah Restu Anjani 13211571
“Iklan dalam Etika dan
Estetika”
Makalah. Jurusan
Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2014
Kata kunci
: Iklan dalam Etika dan Estetika
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan etika dan
estetika perusahaan dalam mempromosikan suatu produk barang atau jasa kepada
konsumen melalui iklan yang dilakukan oleh perusahaan tersebut untuk menarik
perhatian konsumen dilihat dari sisi kepentingan perusahaan dan hak-hak
konsumen. Sebagai media, baik yang berupa
visual atau oral, iklan jenis punya tendensi untuk mempengaruhi khalayak umum
untuk mencapai target keuntungan. Untuk
itulah perlu ada prinsip – prinsip yang perlu diperhatikan dalam dunia
periklanan agar segi negative dari iklan tersebut dikurangi.
BAB I
PENDAHULUAN
Hampir setiap hari kita dibanjiri
oleh iklan yang disajikan media-media massa, baik cetak maupun elektronik.
Akibatnya seakan-akan upaya pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari untuk sebagian
besarnya dikondisikan oleh iklan. Memang, inilah sebenarnya peran yang diemban
oleh iklan, yakni sebagai kekuatan ekonomi dan sosial yang menginformasikan konsumen
perihal produk-produk barang dan jasa yang bisa dijadikan sebagai pemuas kebutuhan.
Untuk membuat konsumen tertarik,
iklan harus dibuat menarik bahkan kadang dramatis. Tapi iklan tidak diterima
oleh target tertentu (langsung). Iklan dikomunikasikan kepada khalayak luas
(melalui media massa komunikasi iklan akan diterima oleh semua orang: semua
usia,golongan, suku, dsb). Sehingga iklan harus memiliki etika, baik moral
maupun bisnis.
Rumusan Masalah
Bagaimana seharusnya
produsen mempromosikan suatu produk barang atau jasa kepada konsumen dilihat
dari sisi kepentingan perusahaan dan hak-hak konsumen?
Batasan Masalah
Dalam penulisan ini
penulis membatasi masalah pada iklan dalam etika dan estetika
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini
untuk mengetahui bagaimana seharusnya produsen mempromosikan suatu produk
barang atau jasa kepada konsumen dilihat dari sisi kepentingan perusahaan dan
hak-hak konsumen.
BAB II
LANDASAN TEORI
Pengertian Iklan
Kata iklan berasal dari bahasa Yunani yang artinya adalah menggiring orang
pada gagasan. Dengan demikian, iklan merupakan suatu proses komunikasi yang
bertujuan untuk membujuk atau menggiring orang untuk mengambil tindakan yang
menguntungkan bagi pihak pembuat iklan.
Iklan adalah bentuk publikasi suatu
aktifitas,produk atau layanan kepada masyarakt luasmelalui media masa dan
internet seperti koran , TV, Radio atau website atau lainnya
yang bersentuhan langsung dengan publik. Iklan ada beberapa bentuk,
iklan komersil, iklan sosial, iklan layanan masyarakat dan lainnya.
Iklan komersil adalah bentuk publikasi
suatu produk dan layanan komersil yang bertujuan peningkatan kepercayaan pelanggan kepada suatu nama produk dan layanan yang diselenggarakan
oleh lembaga bisnis.
Ø Iklan
sosial adalah bentuk publikasi suatu keadaan yang mengharapkan kepedulian dari banyak
orang.
Ø Iklan
layanan masyarakat adalah bentuk publikasi suatu keadaan yang
mengisyaratkan perubahan atau tindakan dari setiap orang untuk melakukan perubahan keadaan yang lebih baik.
Dalam dunia iklan di temukan proses
membujuk atau mempengaruhi orang untuk memilikisuatu produk atau menikmati
suatu layanan dan melakukan tindakan. Dunia iklan banyak di jumpai iklan
komersil dari pada iklan sosial maupun iklan layananmasyarakat dan tentunya
iklan komesial adalah bertujuan bisnis yang menguntungkansehingga banyak
perusahaan maupun lembaga bisnis yang berlomba-lomba membuat iklan agar
bisnisnya di kenal oleh masyarakat luas.
Pengertian iklan adalah upaya merebut simpati, dukungan dan ketertarikan
orang akan kondisi dalam iklan. Iklan dapat mempengaruhi emosi dan jiwa
seseorang sehingga banyak individu terperangkap dalam suatu kondisi dalam iklan
sehingga terjadi tindakan yang dimabil individu yang terpengaruh.
Ø Iklan produk akan membuat seseorang individu menginginidan berencana untuk
memiliki (membeli) produk yang diiklankan.
Ø Iklan sosial akan membuat seseorang individu prihatin dan berencana
membantu (menyumbang) sesuai keadaan yang diiklankan.
Ø Iklan layanan masyarakat membuat seseorang tergerak dan berencana melakukan
tindakan (merubah) sesuai keadaan yang di iklankan.
Persaingan dalam dunia bisnis kian ketat, berbagai perusahaan
berlomba-lomba berkreasi sekreatif mungkin untuk membuat program marketingnya
termasuk pengolahan ide iklan. Lihat saja di televisi, berbagai iklan diputar
di sela-sela tayangan program televisi tersebut.
Masalah moral dalam iklan muncul ketika iklan kehilangan nilai-nilai
informatifnya, dan menjadi semata-mata bersifat propaganda barang dan jasa demi
profit yang semakin tinggi dari para produsen barang dan jasa maupun penyedia
jasa iklan. Hal ini yang justru menegaskan sekali lagi tesis bahwa iklan bisa
menghasilkan keuntungan-keuntungan bagi masyarkat.
Perkembangan Periklanan di
Indonesia
Perkembangan
periklanan di Indonesia telah ada sejak lebih dari se abad yang lalu. Iklan
yang diciptakan dan dimuat di surat kabar telah ditemukan di surat kabar
“Tjahaja Sijang” yang terbit di Manado pada tahun 1869. Surat kabar tersebut
terbit sebulan sekali setebal 8 halaman dengan 4 halaman ekstra. Iklan-iklan
yang tercantum di surat kabar tersebut bukan hanya dari perusahaan / produsen,
tetapi juga dari individu yang mencantumkan iklan untuk kepentingan pribadi.
Di
tempat lain juga telah ada kegiatan periklanan melalui surat kabar, yaitu di
Semarang pada tahun 1864. Surat kabar “De Locomotief yang beredar setiap hari
telah memuat iklan hotel / penginapan di kota Paris. Iklan di kedua surat kabar
ini masih didominasi oleh tulisan dan belum bergambar, karena kesulitan teknis
cetak pada saat itu.Dalam perkembangannya, setiap surat kabar yang terbit
kemudian, juga mencantumkan iklan sebagai sarana memperoleh penghasilan guna
membiayai ongkos cetaknya.
Fungsi Periklanan
Iklan
sebagai pemberi informasi. Sehubungan dengan iklan sebagai pemberi informasi
yang benar kepada konsumen, ada 3 pihak yang terlibat dan bertanggung jawab
secara moral atas informasi yang disampaikan sebuah iklan:
Ø Produsen
yang memiliki produk tersebut
Ø Biro
iklan yang mengemas iklan dalam segala dimensinya: etis, estetik, informatif
dan sebagainya.
Ø Bintang
iklan
Perkembangan
dimasa yang akan datang, iklan informatif akan lebih digemari, karena:
Ø Masyarakat
semakin kritis dan tidak lagi mudah dibohongi atau bahkan ditipu oleh iklan-iklan
yang tidak mengukapkan kenyataan secara sebenarnya.
Ø Masyarakat
sudah bosan atau muak dengan berbagai iklan yang hanya melebih-lebihkan suatu
produk.
Ø Peran
Lembaga Konsumen yang semakin gencar memberi informasi yang benar dan akurat
kepada konsumen menjadi tantangan serius bagi iklan.
Prinsip-prinsip
moral yang perlu dalam iklan. Prinsip – Prinsip moral yang perlu dalam iklan. Terdapat
paling kurang 3 prinsip moral yang bisa dikemukakan di sini sehubungan dengan penggagasan
mengenai etika dalam iklan.
Ketiga
prinsip nya, yaitu :
·
masalah kejujuran dalam iklan,
·
masalah martabat manusia sebagai
pribadi, dan
·
tanggung jawab sosial yang mesti diemban
oleh iklan.
Ketiga
prinsip moral yang juga digaris bawahi oleh dokumen yang dikeluarkan dewan
kepuasan bidang komunikasi sosial untuk masalah etika dalam iklan ini kemudian
akan didialogkan dengan pandangan Thomas M. Gerrett, SJ yang secara khusus
menggagas prinsip-prinsip etika dalam mempengaruhi massa (bagi iklan) dan
prinsip-prinsip etis konsumsi (bagi konsumen).
1. Prinsip
Kejujuran
Prinsip
ini berhubungan dengan kenyataan bahwa bahasa penyimbol iklan seringkali
dilebih-lebihkan, sehingga bukannya menyajikan informasi mengenai persediaan
barang dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen, tetapi mempengaruhi bahkan
menciptakan kebutuhan baru. Maka yang ditekankan di sini adalah bahwa isi iklan
yang dikomunikasikan haruslah sungguh-sungguh menyatakan realitas sebenarnya
dari produksi barang dan jasa. Sementara yang dihindari di sini, sebagai
konsekuensi logis, adalah upaya manipulasi dengan motif apa pun juga.
2. Prinsip
Martabat Manusia sebagai Pribadi
Bahwa
iklan semestinya menghormati martabat manusia sebagai pribadi semakin
ditegaskan dewasa ini sebagai semacam tuntutn imperatif (imperative
requirement). Iklan semestinya menghormati hak dan tanggung jawab setiap orang
dalam memilih secara bertanggung jawab barang dan jasa yang ia butuhkan. Ini berhubungan
dengan dimensi kebebasan yang justeru menjadi salah satu sifat hakiki dari
martabat manusia sebagai pribadi. Maka berhadapan dengan iklan yang dikemas
secanggih apa pun, setiap orang seharusnya bisa dengan bebas dan bertanggung
jawab memilih untuk memenuhi kebutuhannya atau tidak.
3. Iklan
dan Tanggung Jawab Sosial
Meskipun
sudah dikritik di atas, bahwa iklan harus menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru
karena perananya yang utama selaku media informasi mengenai kelangkaan barang
dan jasa yang dibutuhkan manusia, namun dalam kenyataannya sulit dihindari
bahwa iklan meningkatkan konsumsi masyarakat. Bahwa sebagian kecil masyarakat
ini, meskipun sudah hidup dalam kelimpahan, toh terus memperluas batasa
kebutuhan dasarnya, sementara mayoritas masyarakat hidup dalam kemiskinan.
Di
sinilah kemudian dikembangkan ide solidaritas sebagai salah satu bentuk
tanggung jawab sosial dari iklan. Berhadapan dengan surplus barang dan jasa
pemuas kebutuhan manusia, dua hal berikut pantas dipraktekkan :
ü Pertama,
surplus barang dan jasa seharusnya disumbangkan sebagai derma kepada orang
miskin atau lembaga/institusi sosial yang berkarya untuk kebaikan masyarakat
pada umumnya (gereja, mesjid, rumah sakit, sekolah, panti asuhan, dll).
Tindakan karitatif semacam ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa kehidupan
cultural masyarakat akan semakin berkembang.
ü Kedua,
menghidupi secara seimbang pemenuhan kebutuhan fisik, biologis, psikologis, dan
spiritual dengan perhatian akan kebutuhan masyarakat pada umumnya. Perhatian
terhadap hal terakhir ini bisa diwujudnyatakan lewat kesadaran membayar pajak
ataupun dalam bentuk investasi-investasi, yang tujuan utamanya adalah
kesejahteraan sebagian besar masyarakat.
Tujuan Periklanan
Adapun tujuan periklanan
secara langsung adalah mengadakan atau memperluas pasaran barang atau jasa.
Bagaimana bantuk tujuan
langsung dari periklanan terjadi ;
·
Menarik perhatian untuk barang atau jasa
yang dijual
·
Mempertahankan perhatian yang telah ada
·
Memakai atau menggunakan perhatian yang
telah ada untuk menggerakan calon konsumen untuk bertindak
Ilmu tentang apa yang baik
dan apa yang buruk tentang hak dan kewajiban moral (KBBI)
Ciri-ciri
iklan yang baik :
Etis : berkaitan
dengan kepantasan
Estetis : berkaitan
dengan kelayakan (target market, target audiennya, kapan harus ditayangkan ?).
Artistik: bernilai seni sehingga mengundang
daya tarik khalayak.
Contoh
penerapan Etika :
Iklan
rokok : tidak menampakkan secara eksplisit orang merokok.
Etika Secara Umum
·
Jujur : tidak
membuat konten yang tidak sesuai dengan kondisi produk yang diiklankan
·
Tidak memicu
konflik SARA
·
Tidak mengandung
pornografi
·
Tidak bertentangan
dengan norma-norma yang berlaku
·
Tidak melanggar
etika bisnis (contohnya : saling menjatuhkan produk tertentu dan sebagainya)
·
Tidak plagiat
Etika Pariwara Indonesia (EPI)
(Disepakati
Organisasi Periklanan dan Media Massa, 2005 ). Berikut ini kutipan beberapa
etika periklanan yang terdapat dalam kitab EPI :
Tata Krama Isi Iklan
Ø Hak Cipta
Ø Bahasa
Ø Tanda Asteris
Ø Penggunaan Kata “Satu-satunya”
Ø Pemakaian kata “Gratis”
Ø Pencantuman Harga
Iklan Tidak Etis
Ø
Membohongi, mengatakan sesuatu yang tidak benar dengan sengaja
Ø
Menyesatkan (menjerumuskan)
Ø
Menipu Publik, (mengatakan yg tidak benar dan berhasil). Apakah mungkin
menipu tanpa berbohong?
Manipulasi Dengan Iklan
ü Menutupi kelemahan produk
ü Melebih-lebihkan kemampuan produk
ü Memanipulasi perasaan (aspek psikologis) konsumen
ü Tidak menyampaikan informasi yang benar
ü Mengecoh konsumen dg meniru fitur produk lain dengan
tujuan menarik konsumen produk yg ditiru
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
METODOLOGI PENELITIAN
Untuk memperoleh data
yang digunakan dalam tugas ini, penulis menggunakan Metode pengumpulan data
berupa studi kepustakaan dengan cara mengumpulkan data dari beberapa buku,
referensi di internet dan jurnal yang mengkaji topik sejenis untuk mendukung
penulisan tentang iklan dalam etika dan estetika.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pengontrolan terhadap iklan
Karena
kemungkinan dipermainkannya kebenarannya dan terjadinya manipulasi merupakan
hal-hal rawan dalam bisnis periklanan, perlulah adanya kontrol tepat yang dapat
mengimbangi kerawanan tersebut. Pada umumnya, dikatakan bahwa pengontrolan
seperti itu terutama harus dijalankan dengan tiga cara berikut ini :
1) Kontrol
oleh pemerintah
Disini
terletak suatu tugas penting bagi pemerintah, yang harus melindungi masyarakat
konsumen terhadap keganasan periklanan. Mungkin dalam hal ini bisa kita belajar
dari Amerika Serikat. Tidak ada lagi negara lain dimana praktek periklanan
begitu mau dan begitu insentif, namun disitu pun ada instansi-instansi
pemerintah yang mengawasi praktek periklanan dengan cukup efisien, antara lain
melalui Food and Drug Administration dan terutama Federal Trade Commission.
Komisi terakhir ini bisa memaksakan perusahaan untuk meralat iklan-iklan yang
menyesatkan.
2) Kontrol
oleh para pengiklan
Cara
paling ampuh untuk menanggulangi masalah etis tentang periklanan adalah
pengaturan diri oleh dunia periklanan. Biasanya hal itu dilakukan dengan
menyusun sebuah kode etik, sejumlah noma dan pedoman yang disetujui oleh
profesi periklanan itu sendiri, khususnya oleh asosiasi biro-biro periklanan.
Di Indonesia kita memiliki Tata krama dan tata cara periklanan indonesia yang
disempurmakan (1996) yang dikelurkan oleh AMLI ( Asosiasi Perusahaan Media Luar
Angkasa Indonesia ), ASPINDO ( Asosiasi Pemrakarsa dan Penyantun Iklan
Indonesia ), GPBSI ( Gabungan Perusahaan Biokop Seluruh Indonesia ), PPPI ( Ppersatuan
Perusahaan Periklanan Indonesia ), PRSSNI ( Persatuan Radio Siaran Swasta
Nasional Indonesia ), SPS (Serikat Penerbit Surat Kabar ), dan yayasan TVRI (
Yayasan Televisi Republik Indonesia ).
3) Kontrol
oleh masyarakat
Masyarakat
luas tentu harus diikutsertakan dalam mengawasi mutu etis periklanan. Dalam hal
ini suatu cara yang terbukti membawa banyak hasil
Dalam
menetralisir efek-efek negatif dari periklanan adalah mendukung dan
menggalakkan lembaga-lembaga konsumen yang sudah lama dikenal di negara-negara
maju.
Penilaian Etis Terhadap Iklan
Refleksi
tentang maslah-masalah eits disekitar praktek perklanan merupakan contoh bagus
mengenia kompleksitas pemikiran moral. Disini prinsip etis memang penting, tapi
tersedia prinsip-prinsip etis ternyata tidak cukup untuk menilai moralitas
sebuah iklan. Ada empat faktor yang harus dipertimbangkan dalam menerapkan
prinsip-prinsip tersebut, jika kita ingi membentuk penilaian etis yang seimbang
tentang iklan ; maksud si pengiklan,isi iklan, keadaan publik yang tertuju, dan
kebiasaan dibidang periklanan.
a. Maksud
si pengiklan
Apa
yang dimakud dengan si pengiklan ? jika maksud si pengiklan tidak baik, dengan
sendirinya moralitas iklan itu menjadi tidak baik juga. Jika si pengiklan tahu
bahwa produk yang diiklankan merugikan, konsumen atau dengan sengaja ia
menjelekkan produk dari pesaing, iklan itu menjadi tidak etis. Banyak contoh
yangh sudah disebut sebelumnya, dapat ditempatkan juga dalam konteks ini.
Sebuah contoh baru adalah iklan tentang roti profile di Amerika Serikat, yang
menyatakan bahwa roti ini bermanfaat untuk melangsingkan tubuh, karena
kalorinya kurang dibandingkan dengan roti merek lain.
b. Isi
iklan
Juga
menurut isinya iklan harus benar dan tidak boleh mengandung unsur yang
menyesatkan, seperti misalnya iklan tentang obat ditelevisi yang pura-pura
ditayangkan oleh tenaga medis yang menggunakan baju putih dan stetoskop. Iklan
tidak menjadi etis pula, bila mendiamkan sesuatu yang sebenarnya penting. Namun
demikian, kita tidak boleh melupakan bahwa iklan diadakan dalam rangka promosi.
Karena itu, informasinya tidak perlu selengkap dan subyektif seperti laporan
dari instansi netral. Iklan tentang hal yang tidak bermoral, dengan sendirinya
menjadi tidak etis. Misalnya, ikla yang menawarkan jasa seseorang
sebagaipembunuh sewaan atau iklan tentang lelang berlian. Iklan semacam itu
tidak ragu-ragu akan ditolak secara umum.
c. Keadan
publik yang tertuju
Dalam
uraian etika tentang konsumen, kita sudah berkenalan dengan pepatah camveat
emptor, “ Hendaklah si pembeli berhati-hati. Sikap berhati-hati sebelum membeli
memang merupakan sikap dasar bagi calon pembeli. Dalam masyarakat dimana taraf
pendidikan rendah dan terdapat banyak orang sederhana yang mudah tertipu, tentu
haus dipakai standar lebih ketat daripada dalam masyarakat dimana mutu
pendidikan rata-rata lebih tinggi atau standar ekonomi lebih maju.
d. Kebiasaan
dibidang periklanan
Periklanan
selalu dipraktekkan dalam rangka suatu tradisi. Dalam tradisi itu orang sudah
biasa dengan cara tertentu disajikannya iklan. Sudah ada aturan main yang
disepakati secara implisit atau eksplisit dan yang sering kali tidak dapat
dipisahkan dari etos yang menandai masyarakat itu.
Beberapa permasalahan
yang bersinggungan dengan nilai-nilai dan etika, sebagai berikut :
1. Iklan yang
ditampilkan tidak mendidik
Dari sisi content, suatu
iklan terkadang malah sering menampilkan sisi-sisi yang sama sekali tidak
mendidik terhadap konsumen, taruhlah tersebut secara isi adalah benar, namun
dalam visualisasi terhadap konsumen tidak mendidik
2. Iklan yang
ditampilkan cenderung menyerang produk lain
Selain beberapa iklan
yang kurang atau bahkan tidak mendidik, terdapat juga seberapa iklan yang dalam
pengiklanannya saling enjatuhkan produk lain, tentunya ini secara etis
merupakan bentuk persaingan yang tidak dibenarkan, karena tindakan tersebut
merugikan pihak lain.
Hak Konsumen terhadap
Promosi Produk melalui Iklan
Salah satu kemajuan
besar dari kehadiran Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen (UUPK) dalam sistem perlindungan konsumen adalah rumusan mengenai
hak-hak Konsumen. Pasal 4 UUPK merumuskan 9 (sembilan) hak konsumen, yaitu:
1) hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa;
2) hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau
jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan
3) hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa
4) hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;
5) hak untuk mendapatkan advokasi,
perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara
patut
6) hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
7) hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif
8) hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya
9) hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Hak-hak konsumen yang dirumuskan dalam Pasal 4 UUPK
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Artinya, dalam
setiap transaksi Pasal 4 UUPK atau penggunaan suatu produk barang dan
jasa tertentua, pihak pelaku usaha harus menjamin semua hak tersebut terpenuhi.
Dari perspektif kepentingan konsumen, tahap-tahap dalam transaksi antara pelaku
usaha dan konsumen, maka hak yang paling penting adalah hak atas informasi. Tanpa
perlindungan atas hak informasi, konsumen akan menghadapi kesulitan dalam
menentukan hak-hak lainnya.
Suka atau tidak, iklan
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat baik secara
positif maupun negatif.
ü
Pengaruh positif iklan adalah memberikan informasi kepada
konsumen sehingga memudahkan konsumen memilih produk apa yang digunakan.
Melalui informasi yang didapat dari iklan, konsumen dimudahkan untuk mengetahui
keunggulan suatu produk dibandingkan dengan produk yang lain sehingga konsumen
dapat mempertimbangkan dengan seksama sebelum memutuskan untuk memilih.
ü
Pengaruh negatifnya adalah iklan dapat mempengaruhi konsumen
untuk membeli produk yang sebenarnya tidak mereka butuhkan. Masyarakat yang
sebenarnya tidak membutuhkan barang dan/atau jasa tertentu terkadang dengan
adanya iklan terpengaruh untuk membeli dan/atau memanfaatkan jasa tersebut
karena di dalam iklan digambarkan seolah-olah masyarakat membutuhkannya.
Sebagai sarana komunikasi dan pemasaran, iklan memegang peranan penting,
sehingga iklan haruslah jujur, bertanggungjawab, tidak bertentangan dengan
hukum yang berlaku, dan tidak boleh menyinggung perasaan dan martabat negara,
agama, susila, adat, budaya, suku, golongan, serta iklan harus dijiwai oleh
asas persaingan yang sehat.
Pengaruh iklan terhadap khalayak, terutama konsumen sangat terasa,
kebanyakan dari konsumen/khalayak menentukan pembelian suatu barang/produk atau
menggunakan jasa ide tertentu akibat dari adanya pengaruh informasi dan
persuasi iklan baik melalui televisi maupun media cetak seperti majalah, koran
dan sebagainya. Setidaknya ada dua
kategori untuk misrepresentation. Misalnya menyebutkan adanya sesuatu yang
sebenarnya tidak ada atau sebaliknya, adanya zat tertentu dalam produk, tetapi
tidak disebutkan. Kedua, adalah pernyataan yang menyesatkan (mislead). Istilah
lain yang juga digunakan adalah deceptive (memperdayakan).
Kecuali dua kategori itu
ditemukan istilah-istilah, yakni berupa puffery, mock-ups, deceptive. Puffery
adalah iklan yang menyatakan suatu produksi secara berlebihan dengan
menggunakan opini subjektif.
Contohnya iklan yang
menggunakan kata-kata : nomor satu; terbaik; lebih unggul; pasti cocok; tiada
tandingan dan ungkapan lain tanpa memberikan suatu fakta tertentu.
Mock-ups, yakni cara
mengiklankan sesuatu produksi dengan menggunakan tiruan.
Padahal langkah agar
khalayak mendapatkan persepsi seperti yang diinginkan pemasang pesan merupakan
proses memerlukan pertimbangan matang. Dalam hal ini perancang pesan harus
memperhitungan latar pengalaman (Field of experience) dan kerangka acuan (Frame
of reference) khalayak yang perlu diteliti dan dianalisa sebelumnya.
Contoh
Kasus Iklan Yang Ditampilkan Cenderung Menyerang Produk Lain
Kalau
kalian perhatikan iklan-iklan yang ada di media elektronik seperti televisi,
contohnya iklan sebuah jamu herbal untuk masuk angin, dengan slogan “Orang
Pintar Minum Tolak Angin” , ada juga iklan dengan jenis produk serupa yang
memberikan slogan produk mereka “Orang Pintar kalah sama Orang Bedjo”.
Secara
tidak langsung iklan seperti ini dapat merugikan pihak lain yang dalam
pengiklanannya saling menjatuhkan produk lain, tentunya ini secara etis
merupakan bentuk persaingan yang tidak dibenarkan, karena tindakan tersebut
merugikan pihak lain.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dalam periklanan tidak dapat lepas dari etika. Iklan mempunyai unsur
promosi, merayu konsumen, iklan ingin mengiming-imingi calon pembeli, karena
itu bahasa periklanan mempergunakan retorika sendiri. Dalam periklanan
seharusnya lebih menggunakan bahasa-bahasa yang lebih baik lagi agar bahasa
yang digunakan tidak menyinggung ataupun menyerang produk lain yang sejenis,
karena itu bisa menjadi pro-kontra tersendiri di masyarakat. Oleh karena itu
dalam bisnis periklanan diperlukan adanya pengontrolan yang tepat dari berbagai
pihak agar dapat mengimbangi kerawana tersebut.
Saran
Promosi yang dilakukan dengan cara yang buruk dan
memanipulasi akan memperburuk citra perusahaan dan berdampak pada jatuhnya kepercayaan
masyarakat pada produsen, sehingga tidak ada lagi yang mau melakukan transaksi
dengan perusahaan tersebut. Sebuah perusahaan harus memperhatikan
kepentingan dan hak – hak konsumen, dan tidak hanya memikirkan keuntungan
semata. Dan
sebaiknya untuk para pelaku bisnis harus lebih bisa mengacu pada etika dan
estetika yang berlaku pada iklan dan tidak mementingkan keuntungan yang di
dapat semata tanpa memperdulikan efek bagi masyarakat luas dari berbagai kalangan.
DAFTAR PUSTAKA
Keraf, Sonny
A., Etika Bisnis, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1991.
Garrett, Thomas
M., SJ, Some Ethical Problems of Modern Advertising, The Gregoriana Univ.
Press, Rome, 1961.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar